Sabtu, Juni 04, 2011

Topeng? Bukan ah.

Mungkin udah kelamaan gak ditulisin yak, ini Blog. Sampai kalo mau nulis, harus dirayu-rayu dulu. Udah lupa sama tuannya kali.
Saya baru saja pulang dari rapat. Iya, sebuah rapat wirausaha yang seharusnya hari Senin besok sudah survey, bertemu dengan para setan cilik yang kami biasanya sebut murid TK dan SD. Yang biasanya berlompatan di halaman, sambil tereak-tereak dengan lucunya. Yang mungkin ada salah satu diantaranya yang namanya Zafa. Oh, bicara soal Zafa, jadi inget Pak Dokter yang lama gak keliatan, mungkin disimpen sama Bu Dokter di lemari, gak boleh dikeluarin. Takut di embat sama anak orang.
Ouch, a lovey dovey passion.
Saya jadi inget sebuah janji yang saya ucapkan ketika SMP dengan seorang akhwat, tapi sayangnya janjinya lupa-lupa inget, ingatan ini eror mulu sih.
Mungkin kita gak bisa satu sekolah lagi, dimana aku bisa ngeliatin kamu dari jendela kelasku yang guede, tapi setidaknya, handphone memberi kita ruang baru untuk bicara kan? Bisa aja aku njemput kamu dari rumahmu ke sekolahmu, baru lanjut ke sekolahku…”
Tapi dianya malah nangis, Udah to, An…nggak usah dipaksain, udah yaa…”
And the phone was never rang, again.
Jadi saya belum lama ini ngajak ketemu, setelah beberapa hari sebelumnya, di sms, dibalesin juga. Tapi sebenarnya ada sesuatu yang beneran ngganjel.
Kerasa ngganjel, karena saya jadi inget bapak.
Bapak itu dulu (katanya) punya temen cewekingat, cewek lho yak, bukan akhwatbanyak, beliau berkelana dari kenalan yang satu dan lainnya. Sampai akhirnya kepincut sama ibuku, yang waktu itu lagi jagain dagangan di rumah.
World resolved in a weird way. It turns out to be awfully shocking.
Jadi dalam lamunan saya (karena beberapa hari ini kerjaannya belum ada, selain mikirin program-program buat lomba CSL bareng reno, ikka, yuvi, dimas, yazrah sama nizsa, saya kebanyakan ngelamun) malah kepikiran tantangan waktu kuliah besok, maksudku, jodoh udah ada yang ngatur kan?
Jadilah saya agak menjauh, membiarkan dia seneng-seneng dulu deh, toh, jalan hidup kami SMA juga gak jauh beda, pernah disukai, juga beberapa kali menyukai. Meski cinta tak bisa terjadi secepat ngupil, tapi yaaada kemungkinan buat terjadi. Witing tresno jalaran saka kulino.
Semakin kita membiasakan diri untuk menempatkan seseorang di dalam hati, mencoba bertanya dalam pesan singkat (tapi masih ragu-ragu), mengutuk diri karena kalah cepat dengan teman sendiri, menganggap cerita teman sebagai referensi, hingga menggalau di sajadah kumal atau masjid sekolah, dalam doa, hingga malaikat selalu komplain pada Tuhan.
“Ya Allah, isinya hati orang ini selain galau apa sih?”
Karena pacaran pada dasarnya bukan untuk menyakiti hati orang lain. Dan saya sendiri masih kurang peka. Yaa, takut-takut aja, toh selama ini hidup saya kayak jalan di trampolin. Kadang melonjak, lalu hilang tiba-tiba. Tapi kan, tetep, yang lompat-lompat selalu gembira, bukan? :D
Sampai ada seseorang yang kebingungannya memuncak, mendekati saya lalu mengeluarkan statement, “Ndik, kok kowe biasa wae sih? Kan koe sakajane sedih?”
Opo gunane sedih? Toh hidup cuma sekali, sedih ki mung menghilangkan waktu produktif. Soale gak ada untungnya
Karena sedih itu pasti memaksa tubuh untuk jatuh, untuk terdiam. Dan karena diam terkadang mematikan. Saya memilih untuk menghibur diri saya sendiri, agar orang lain bisa saya hibur.
Sampai suatu siang, ada yang teriak, “Kok jalanmu aneh sih? Lompat-lompat gitu?”
:D

Ibaratnya, riasan muka badut, pasti orang tersenyum. Jarang ada riasan badut kok mewek. Nanti gak laku, dong.


Setelah lama tak mengecupkan tangan ke keyboard,
Yogyakarta, 4 Juni 2011