Selasa, Desember 06, 2011

Semalam

Terlalu simpel dilalui.

Kulalui sebuah lingkaran di depan kampusku. Sekali. Dua kali. Kali ketiga kuputari lingkaran itu, tanpa arah. Kemudian ada seseorang yang berteriak di samping jalan.

"Mas! Minggir!"

Suara itu begitu bising, kebapakan tapi belum bisa disebut tua. Menyegarkan tapi bukan segelas es jeruk.

Hal terakhir yang ku tahu adalah ketika sapaannya melepaskan jiwa yang mengontrol raga. Serasa diguyur air dingin langsung dari kulkas rumahan milik ibumu, tanpa kau perdulikan air yang mengalir, menjelaga ditangkupan tanganmu.

"Anda begitu beruntung, Mas", senyumnya terkembang. "Dirinya begitu indah, jangan dilukai ya."

Pertanyaanku mengembang lebih cepat dari yang kuinginkan, mataku melirik seseorang yang sedang duduk di belakangku, di boncengan. Kutemukan matahari di sana, di matanya yang berbinar-binar. Kepalanya ia sembunyikan pada tudung jaket abu-abu bercorak merah.

Kutiupi tangkupan tanganku sendiri. Mengisyaratkan ketidakmampuan otakku menerima segala hal begitu aneh, begitu cepat, begitu masif.

Namun begitu positif.

Bapak itu berlalu, meninggalkanku. Meninggalkan lampu kota yang mendadak temaram lalu menggelap. Meninggalkan diriku yang berkaca pada kesendirian, pada diam. Suasana yang tentram, dengan pekatnya kegelapan yang menjilat jalan aspal, kesunyian, kerapuhan dan bunyi weker.

Tunggu, bunyi weker?

Kubuka mata, kupukulkan diri pada kenyataan. Kulihat sesuatu yang meraung-raung. Kusentuh dia dengan lembut. Kupandangi tanganku yang memutih, kekurangan darah merah. 

"Aaaa, tertidur ternyata..."

Tidurku dalam posisi terduduk, memangku sebuah handphone bercorak merah-biru. Memangku sebuah harapan.
Ada tiga buah pesan singkat bertengger di sana, menunggu untuk dibuka.
Dari tiga orang yang sama dengan kata awal yang sama, namaku. :)

Senyumku merekah. Senyum yang biasanya terpicu oleh senyumnya.

Alhamdulillah, kupu-kupu di perutnya tak lagi berterbangan. Kupu-kupu itu membuatnya terduduk, terkunci dalam diam. Namun, ia tetap tertawa, ia menghiburku..

Mataku belum terbuka sepenuhnya, nyawaku masih belum menancap raga. Suatu hal yang kuyakini pagi itu adalah...

Ia begitu mengkhawatirkanku, sebagaimana aku mengkhawatirkannya.

:D